Sabtu, 10 Juni 2023

Di mana kebahagiaan itu berada?

Di mana kebahagiaan itu berada?


Kadang lelah jiwa mencari

Karena dahaga yang tak terobati

Rasa haus akan kebahagiaan

Yang diharapkan memberikan ketenangan


Di mana? di mana? 

Di mana kebahagiaan itu berada?

Banyak orang mencarimu, sampai berjerih tanpa pamrih

Rela membayar mahal dan menjelajahi sampai ke tempat yag jauh

Lantas, kebahagiaan sudahkah ketemu?


Uang, harta, kekayaan, dan materi lainnya

Apakah sudah jaminan untuk menemukan kebahagiaan?

Kalaulah itu jadi jaminan, mengapa banyak orang berada juga merasa kesepian?

Mengapa para hartawan tetap merasa hampa dan terus mencari kebahagiaan?


Bahagia? Lantas apa itu bahagia

Bahagia, menikmati dan mensyukuri apa yang ada

Bahagia adalah memiliki hati yang iklas

Bahagia adalah hidup dalam kejujuran


Bahagia, tidak dibisingkan dengan hiruk pikuk dunia

Bahagia, tidak ditekan oleh target dunia yang justru itu adalah hampa

Bahagia, adalah berjalan dalam langkah sederhana

Bahagia, menampilkan diri apa adanya


Bahagia, masih bisa bersyukur buat setiap nafas yang masih ada

Bahagia, bisa tertawa dan menangis dengan tulus

Bahagia, bisa berguna bagi orang lain walau tidak diperhitungkan

Bahagia, selalu memandang bahwa Sang Pencipta tersenyum dengan yang kita lakukan 


Sigambal, 10 Juni 2023 Pukul 20.32

Selasa, 07 Februari 2023

Menciptakan Budaya Positif di SMPN 2 Dolok Sigompulon


Menciptakan Budaya Positif di di SMPN 2 Dolok Sigompulon

Budaya atau kultur adalah cara hidup yang berkembang dan dimiliki oleh seseorang atau sekelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi dan diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Sedangkan Budaya positif adalah suatu pembiasaan yang bernilai positif, di dalamnya mengandung sejumlah kegiatan yang mampu menumbuhkan karakter yang baik. Budaya positif di sekolah sangat perlu dibangun karena dengan adanya budaya positif di sekolah akan membentuk peserta didik yang berkarakter dan mampu untuk menghadapi masa depan. 

Budaya positif adalah suatu pembiasaan yang bernilai positif, di dalamnya berisi sejumlah kegiatan yang mampu menumbuhkan karakter MuridUntuk mewujudkan budaya positif harus dilakukan sejak dini mengingat dalam prosesnya membutuhkan waktu yang lama dan konsisten dari setiap stakeholder yang ada. Sebagai calon guru penggerak, tentu memiliki peran yang besar dalam mewujudkan disiplin positif, baik di dalam kelas maupun di lingkungan sekolah. 

Di lingkungan sekolah, guru dapat menerapkan budaya positif seperti bekerja sama dengan rekan sejawat, berinteraksi secara akrab dengan peserta didik, menerapkan sikap disiplin dan bertanggung jawab serta menjadi teladan bagi peserta didikSedangkan di lingkungan kelas, guru dapat menumbuhkan disiplin positif yang dimulai dengan membuat keyakinan kelas.

Sebagai aksi nyata modul 1.4. penulis melakukan pengimbasan kepada rekan sejawat mengenai "Budaya Positif" yang didapatkannya selama mengikuti Pendidikan Guru Penggerak khususnya dari Modul 1.4. Kegiatan ini diikuti oleh Kepala sekolah SMPN 2 Dolok Sigompulon, Bapak H.Mhd.Ramli Ritonga, S.Pd., Wakasek bidang Kurikulum, Bapak Alamsyah Daulay, S.Pd. beserta dewan guru lainnya.

Untuk membentuk budaya positif, sangat diharapkan peran guru. Karena guru merupakan kunci utama bagaimana disiplin positif bisa tumbuh dan menjadi budaya di sekolah. Karena itu diperlukan perubahan paradigma belajar para guru. Salah satunya adalah perubahan cara berpikir dari stimulus respon menjadi teori kontrol yang dikemukakan oleh Stephen R.Covey seperti yang dijelaskan di tabel berikut:


Guru diharapkan memahami bahwa pola pikir guru bisa mengontrol murid sepenuhnya adalah salah, karena peserta didiklah yang mengontrol dirinya sendiri, sehingga diperlukan pembelajaran yang berpihak pada murid. Diane Gossen dalam bukunya Restructuring School Discipline, menyatakan ada 3 alasan motivasi perilaku manusia:

1. Untuk menghindari ketidaknyamanan atau hukuman. Ini adalah tingkat terendah dari motivasi perilaku manusia. Pada tingkatan ini peserta didik akan melakukan sesuatu karena takut dihukum, sehingga motivasinya bersifat negatif. Adapun motivasi ini tidak akan bertahan lama.

2. Untuk mendapatkan imbalan atau penghargaan dari orang lain. Satu tingkat di atas motivasi yang pertama, disini orang berperilaku untuk mendapatkan imbalan atau penghargaan dari orang lain. Pada tingkatan ini, motivasi peserta didik akan hilang ketika imbalan atau hadiah tidak ada lagi.

3. Untuk menjadi orang yang mereka inginkan dan menghargai diri sendiri dengan nilai-nilai yang mereka percaya. (Motivasi intrinsik). Orang dengan motivasi ini akan bertanya, akan menjadi orang yang seperti apa bila saya melakukannya?. Mereka termasuk peserta didik melakukan sesuatu karena nilai-nilai yang mereka yakini dan hargai, dan mereka melakukannya karena mereka ingin menjadi orang yang melakukan nilai-nilai yang mereka yakini tersebut. Ini adalah motivasi yang akan membuat seseorang memiliki disiplin positif karena motivasi berperilakunya bersifat internal, bukan eksternal.

Guru diharapkan juga memahami bahwa setiap manusia termasuk peserta didik memiliki 5 Kebutuhan Dasar, yakni:

1. Kebutuhan Bertahan Hidup (Survival). Hal ini bersifat fisiologis seperti kesehatan, rumah, dan makan. Komponen psikologisnya adalah merasa aman.

2. Kebutuhan  akan Cinta dan Kasih Sayang (Love and Belonging). Ini disebut dengan kebutuhan psikologis, yang meliputi kebutuhan akan koneksi sosial, memberi dan menerima kasih sayang, dan merasa menjadi bagian atau tergabung dengan sebuah kelompok.

3. Kebutuhan  akan Kebebasan (Freedom). Dalam hal ini yang dibutuhkan adalah kemandirian, memiliki pilihan untuk mengatur hidupnya sendiri. Pada anak-anak, biasanya ingin banyak bergerak, mengetahui hal baru, dan tidak ingin dipengaruhi orang lain

4. Kebutuhan  mendapatkan Kesenangan (Fun). Hal ini membutuhkan rasa gembira, tertawa, dan bermain. Anak-anak biasanya ingin menikmati apa yang mereka lakukan. Jika melakukan yang disukainya, anak-anak bisa berkonsentrasi serius.

5. Kebutuhan  akan Kekuasaan (Power). Dalam hal ini biasanya orang ingin dianggap berharga, mampu membuat perbedaan, mendapat pengakuan orang lain, dan dihormati. Anak-anak yang seperti ini biasanya ingin menjadi pemimpin. 

Dalam hal ini ternyata melaksanakan pembelajaran di sekolah atau di kelas hendaknya mempertimbangkan 5 kebutuhan dasar di atas.

Adapun dalam mengatasi permasalahan yang dihadapi oleh guru, ada lima posisi kontrol Guru, yaitu:

1. Penghukum. Seorang penghukum bisa menggunakan hukuman fisik maupun verbal.

2. Pembuat merasa bersalah. Pada posisi ini biasanya guru akan bersuara lebih lembut. yang biasa dilakukan pembuat merasa bersalah biasanya berceramah, menunjukkan kekecewaan mendalam

3. Teman. Guru pada posisi sebagai teman tidak akan menyakiti murid, namun selalu berupaya mengontrol murid melalui pendekatan persuasi

4. Pemantau. Guru pada posisi ini biasanya selalu mengawasi atau memantau muridnya yang berpatokan pada catatan atau kesepakatan yang sudah disetujui. yang biasa dilakukan posisi sebagai pemantau yaitu memantau, menghitung dan mengukur kedisiplinan murid.

5. Manager. Guru pada posisi ini biasanya posisi di mana guru berbuat sesuatu bersama dengan murid, mempersilakan murid mempertanggungjawabkan perilakunya, mendukung murid agar dapat menemukan solusi atas permasalahannya sendiri. Yang dilakukan guru pada posisi manager biasanya mengajukan pertanyaan-pertanyaan terkait nilai kebajikan yang telah diyakininya, atau pertanyaan yang berkaitan dengan solusi yang ditempuh berkaitan dengan pelanggaran tata terib.

Di dalam posisi kontrol manajer, murid oleh guru diajak mengevaluasi diri bagaimana menjadi diri yang lebih baik, menganalisis kebutuhan dirinya, dan menganalisis kebutuhan orang lain. Disini penekanan bukan pada kemampuan memberikan konsekuensi kepada murid, tetapi guru dapat berkolaborasi dengan murid bagaimana memperbaiki kesalahan yang ada. 

Hal yang juga penting adalah bagaimana menyelesaikan masalah peserta didik dengan menerapkan segitiga restitusi. Ada 3 tahapan segitiga restitusi yaitu: Menstabilkan identitas peserta didik, validasi tindakan yang salah dan menanyakan keyakinan. Segitiga restitusi diterapkan untuk menguatkan karakter murid, dan mengembalikannya ke dalam kelompoknya, dan menjadikan peserta didik menjadi pribadi yang lebih baik lagi. 

Langkah-langkah Segitiga Restitusi


Di dalam kelas langkah yang bisa dilakukan dalam menerapkan "Budaya Positif" adalah dengan pembentukan "Keyakinan kelas". Keyakinan kelas merupakan nilai-nilai postif yang disepakai bersama oleh para murid, kemudian dituliskan di kelas sebagai pengingat bahwa ada keyakina kelas yang supah mereka sepakati bersama.


Keyakinan kelas memiliki dampak yang besar terhadap keberhasilan pembelajaran. Apabila guru dan murid membuat keyakinan kelas dan dilaksanakan dengan penuh kesadaran, maka akan berpengaruh pada perubahan tingkah laku peserta didik. Perubahan tingkah laku ini juga akan berujung pada terbentuknya budaya positif di kelas. 

Untuk itu, keyakinan yang baik tidak hanya digunakan dalam pembelajaran saja, namun perlu juga diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Karena itu, untuk membangun budaya positif di sekolah langkah yang dapat ditempuh adalah memulainya dengan membangun budaya positif di kelas melalui komunikasi yang efektif.

Demikianlah Aksi Nyata Modul 1.4. ini penulis lakukan di SMPN 2 Dolok Sigompulon, dengan harapan aksi ini akan memberikan dampak dan bisa menjadi inspirasi bagi kita semua untuk tetap semangat berkarya bagi bangsa.

Selasa, 29 November 2022

Tetap fokus pada visi


Menikmati setiap aktivitas yang dilakukan, itulah kunci dari Pak Gurdes untuk bisa melalui setiap kegiatannya sehari-hari. Seperti hari-hari sebelumnya, Pak Gurdes selalu berusaha menggunakan waktu yang ada dengan baik dan tentunya bermanfaat.

Bangun jam 5 pagi, jam setengah tujuh sudah harus berangkat menuju tempat pengabdiannya yang berjarak 32 kilometer dari tempat tinggalnya. Walau belum semua jalan yang dilaluinya beraspal mulus, tetapi Pak Gurdes selalu bersyukur, karena setidaknya jalan tersebut sudah semakin baik dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.

Saju jam diperjalanan sepertinya sudah biasa baginya, bahkan tadi pagi Pak Gurdes tiba-tiba tersadar dia sudah berada di desa menuju sekolahnya, karena memang sepanjang perjalanan yang dihiasi oleh pepohonan sawit dia memikirkan apa-apa saja yang harus dilakukannya selama di sekolah dan beberapa tugas lainnya yang harus dituntaskannya.

Malam ini Pak Gurdes mencoba merefleksi aktivitasnya hari ini. Apa yang menjadi hal yang cukup menarik yang bisa dibagikan di grup ini. Apakah kegiatan upacara, proses pembelajaran atau ketika mengajar les di rumah setelah dia pulang sekolah? Oh, ternyata bukan. Pak Gurdes lebih tertarik untuk berbagi mengenai cerita ketika mengikuti pembelajaran online tadi, tepatnya ketika diskusi mengenai visi dalam pembelajaran ruang kolaborasi Pendidikan Guru Penggerak yang dia ikuti.

Di awali dengan cerita mati lampu di rumah, yang mengharuskan Pak Gurdes harus berangkat menuju kota Rantauprapat, rencana mau ke kota, rupanya di tengah perjalanan Pak Gurdes melihat Rumah Makan (RM) Tesalonika buka dan sunyi pengunjung. Dia pun berinisiatif menelpon pemilik RM -dia panggil kak Tesa- tersebut yang kebetulan satu gereja dengannya untuk meminta izin, dan kak Tesa yang kebetulan tidak di RM tapi di rumah pribadinya memberikan izin dengan senang hati.

Di RM inilah pak Gurdes mengikuti pembelajaran melalui dunia maya dengan teman-teman CGP Kabupaten Padang Lawas Utara. Visi, inilah yang mereka bahas tadi. Ketika ditanya menerima visi, jawaban dari peserta yang berjumlah 6 orang dalam pembelajaran tersebut hampir sama, yakni: visi adalah mimpi, pandangan jauh ke depan, yang menggerakkan kita untuk tetap semangat melakukan tugas di tempat kerja.

Seberapa penting visi? "Sangat-sangat penting" itulah jawaban Pak Gurdes ketika Pak Fasilitator menanyakannya. Menurut Pak Gurdes tanpa visi pekerjaan kita tidak akan terarah, tidak ada fokus yang menggerakkan kita untuk tetap semangat dalam bertugas dan mengabdi, karena visi seperti bahan bakar yang akan terus menggelorakan semangat untuk mengabdi dengan tulus dan sepenuh hati.

"Bagaimana gambaran murid yang diharapkan di sekolah yang menjadi pembeda bagi sekolah lain?" Pertanyaan yang tersebut disampaikan oleh Bapak Fasilitator pada sesi bagian akhir materi. Pak Gurdes meng-unmute mikroponnya dan menyatakan bahwa dia menggambarkan kelak murid-muridnya yang dibimbingnya memiliki karakter, disiplin dan akhlak yang baik. Karena menurutnya itulah yang mendasari keberhasilan anak-anaknya di kemudian hari. Dia ingin melihat semua murid-muridnya yang ada di desa tertinggal tersebut bisa memiliki pola pikir yang luas dan bisa melanjutkan pendidikan ke kota dan nantinya kembali untuk membangun daerah tersebut.

Sejenak Pak Gurdes sempat berhenti berbicara, dan penuh dengan haru mengatakan bahwa visi itulah yang terus membakar semangatnya untuk berjuang dan bertahan selama 8 tahun di sekolah desa tersebut. Walaupun satu demi satu teman sepengangka tannya sudah pindah dan meninggalkan sekolah itu, tetapi Pak Gurdes tidak akan goyah, dan akan tetap semangat berjuang dan mengabdi, karena di sanalah Pak Gurdes yakin Tuhan menuntunnya untuk berkarya demi bangsa Indonesia...

Semangat

Tetap fokus, dan memberi yang terbaik...

Adek El Bermain Pianika pada Latihan Natal

Pastilah semua orang tua bangga melihat anaknya tampil.

Saya juga demikian, saya sangat senang dan bangga atas keikutsertaan gadis kecilku pada persiapan Natal di sekolahnya.

Adek El yang masih kelas 1 SD, terpilih bersama dengan teman-temannya dari berbagai tingkatan kelas. Dia berada di barisan paling depan, meniup pianika dan memainkan jari-jari tangannya.
Walau badannya yang paling kecil dari semua yang tampil, tapi dia tetap semangat.
Semangat selalu boru hasian, semakin berkembanglah kiranya bakat dan talentamu...
Gbu



Postingan Terbaru

Di mana kebahagiaan itu berada?

Di mana kebahagiaan itu berada? Kadang lelah jiwa mencari Karena dahaga yang tak terobati Rasa haus akan kebahagiaan Yang diharapkan memberi...

Postingan Terpopuler dalam sebulan ini