Rabu, 01 Juli 2020

Belajar "freewriting" bersama Bapak M. Firman Suwarya

Pert ke -10 Belajar menulis melalui WAG


Tidak ada yang terjadi secara kebetulan. Itulah yang saya alami pada malam hari ini ketika mengikuti materi belajar menulis melalui WAG dengan narasumber Bapak M. Firman Suwarya M.Kom.

Selama tiga hari ini saya banyak berpikir tentang tulisan apa yang akan saya buat dalam rangka menerbitkan buku antologi tentang pendidikan karakter yang merupakan kelanjutan dari menulis buku antologi "pena digital guru milenial" yang sedang dalam proses editing. Sepertinya saya mengalami kebuntuan. Sebagai penulis baru, entah apa yang membuat saya memberanikan diri untuk bergabung dengan pak  Adi, pak Irwan dan bu Dita, tapi yang pasti ketika ada tawaran menulis buku tentang karakter, saya langsung merasakan ada hal yang mau saya bagikan bahwa karakter adalah hal yang harusnya dimiliki oleh setiap insan yang dihasilkan dari proses pendidikan.

Kalimat yang disampaikan pak Firman di awal pertemuan malam ini saya alami kemarin, saya berpikir dan hampir menyimpulkan bahwa bakat saya bukanlah seorang penulis dan itu saya sampaikan kepada istri saya. Pada malam ini saya tertegun, rupanya pengalaman yang sama pernah dialami oleh pak Firman yang sudah menerbitkan tiga buah buku solo dan delapan buah buku antologi dan telah menulis artikel di media surat kabar dan media online.

Materi yang dibawakan bapak yang mengajar di SMPN Unggulan Sindang Indramayu ini adalah tentang freewriting yaitu menulis cepat tanpa hambatan. Penyakit yang hampir menghinggapi semua penulis baik yang baru belajar atau mungkin yang sudah menjadi penulis handal biasanya menyerang ke pikiran, cirinya tiba-tiba ide yang kita punya hilang entah kemana, lalu bingung harus nulis apa lagi, puyeng dan sederet saudara-saudaranya, hehehe, dan nanti dampak endingnya kita akan capek, lelah malas untuk menulis. Terkadang saat malas menghinggapi, ketika mau menulis lagi, tiba-tiba mendadak mendapatkan ide yang baru padahal ide yang pertama belum selesai kita tulis, kemudian muncul kesimpulan jangan-jangan saya tidak ada bakat untuk menjadi penulis.... urai pak Firman membagikan pengalaman pribadinya. 

Tapi itu dulu, sejak mengenal freewriting beliau dapat mengatasinya walaupun tidak langsung keluar dan lolos dari penyakit-penyakit yang menimpa seorang penulis yang telah diuraikannya. Untuk memahami apa itu freewriting beliau mencontohkannya seperti seorang yang terlambat mengikuti menghadapi Ujian Nasional selama satu jam karena mengalami kemacetan. Apa yang harus dilakukan ditengah keterlambatan itu dengan jawaban yang masih sama sekali kosong? Jawabannya adalah Ngebut, berusaha fokus dengan berkejar-kejaran dengan waktu sampai kita menyelesaikan semua soal yang ada.

Di dalam menulis, pokoknya ada ide, langsung tuliskan, jangan sampai ide itu hilang, kapan dan dimanapun pokoknya tulis. Ketika kita mengalami penyakit-penyakit menulis seperti diatas solusi dari beliau adalah ketika ide muncul langsung tulis, sampai ending ide itu dimana pokoknya tulis, yang lupa lewat aja jika situasi tidak memungkinkan, baru kita cek dan ricek, meyangkut situasi ini berkaitan dengan waktu. Makanya kita harus meluangkan waktu bukan memanfaatkan waktu luang. Kita laksanakan secara kontiniu terus-menerus sekitar 30 sampai 60 menit setiap harinya, jawabnya ketika meresponi pertanyaan pembuka dari moderator.

Dalam menentukan ide, sering kita menemukan ide yang pas, yang kira-kira bagus untuk dibaca tetapi banyak pertimbangan, takut jelek, kurang bagus dan pertimbangan lainnya. Saran beliau, pokoknya ide itu ditulis dulu, baru kemudian kita harus membuat outline garis besarnya, kemudian menulis berdasarkan outline dengan alokasi yang sudah kita luangkan. Ketika ada ide baru ditengah kebuntuan dalam menuliskan ide yang pertama, sebaiknya selesaikan dulu ide yang pertama dengan satu tekad tulisan dari ide itu harus selesai, setelah tulisan selesai baru kita tuliskan ide yang baru, maka dari itu kita harus benar-benar bertekad dalam menyelesaikan satu tulisan.

Menulis dan editing adalah dua ilmu yang berbeda. Menulis dengan hati menghasilkan tulisan yang sederhana, karena tidak ada neko-neko biasanya tulisan itu akan membawa pembaca ke dalamnya. Intinya freewriting adalah menulis secepat-cepatnya terhadap ide yang muncul, jangan takut salah, jangan takut keliru, jangan takut hasilnya jelek, apalagi takut salah ketik, pokoknya tulis dan tulis sampai habis. Setelah itu barulah apa proses editing untuk mengoreksi hal-hal yang perlu diperbaiki, yang kurang pas dan kekurangan lainnya. Freewriting bukan berarti karena ngebut menjadi asal-asalan tetapi penekanannya pada ide yang muncul. Karena ide yang bagus dan berkualitas akan menghasilkan outline yang berkualitas maka hasil dari tulisan akan berkualitas. Dalam prakteknya menulis berkualitas terkadang menuntuk kita agar mengikuti, mematuhi dan lain-lain sebelum tulisan selesai ditulis, yang akhirnya tulisan tidak bisa kelar, ungkap beliau masih dalam sesi tanya jawab.

Diakhir pertemuan beliau menyampaikan "Rasa bosan adalah penyakit yang sangat berbahaya melebihi covid-19, hati-hati dan waspada dia menyerang dengan tiba-tiba maka kita harus pupuskan dengan coba lagi dan coba lagi. Sampai kapan kita harus mencoba? Jawabannya adalah sampai kita sukses.  

Sungguh sangat memotivasi saya apa yang beliau sampaikan malam ini, sebagai penulis pemula untuk tetap semangat menulis setiap hari.... Semangat !

8 komentar:

Postingan Terbaru

Di mana kebahagiaan itu berada?

Di mana kebahagiaan itu berada? Kadang lelah jiwa mencari Karena dahaga yang tak terobati Rasa haus akan kebahagiaan Yang diharapkan memberi...

Postingan Terpopuler dalam sebulan ini